Profesi data analyst semakin populer seiring meledaknya kebutuhan akan pengolahan informasi di berbagai industri. Mereka ibarat detektif data—bertugas mengumpulkan, membersihkan, dan menganalisis angka-angka untuk menemukan cerita di baliknya. Nggak cuma perusahaan tech aja yang butuh skill ini, mulai dari e-commerce sampai startup fintech pun berburu talenta ini. Yang menarik, kamu bisa masuk ke dunia data analyst bahkan tanpa background IT murni, asal mau belajar tools seperti Excel, SQL, atau Python. Upahnya cukup menjanjikan, apalagi kalau sudah mahap bikin visualisasi data yang mudah dicerna. Yang jelas, lapangan kerja untuk posisi ini masih terbuka lebar di tengah persaingan industri 4.0.

Baca Juga: Optimalkan Iklan Facebook Ads Dengan Targeting Audiens

Apa Itu Data Analyst dan Data Scientist

Kalau kamu ngobrol soal dunia data, dua job title ini pasti sering muncul: data analyst dan data scientist. Meski sama-sama bergulat dengan angka, sebenernya tanggung jawab mereka beda jauh.

Data analyst itu kayak tukang intip data—tugasnya ngumpulin, bersihin, terus analisis data mentah buat cari pola atau insight yang berguna buat bisnis. Mereka biasanya pakai tools kayak Excel, SQL, atau Tableau buat bikin laporan sederhana. Contohnya, mereka bisa kasih tau tim marketing produk mana yang laris atau kenapa sales bulan ini turun. Harvard Business Review bilang peran ini penting banget buat bikin keputusan berbasis data.

Nah, data scientist levelnya lebih tinggi. Mereka nggak cuma analisis, tapi juga bikin model prediksi pakai machine learning dan algoritma kompleks. Skillnya? Harus jago Python/R, paham statistik berat, sama ngerti big data tools kayak Hadoop. Mereka sering ngurusi proyek kayak rekomendasi produk (kayak algoritma Netflix) atau deteksi fraud di perbankan. Menurut IBM, data scientist adalah "pekerjaan terseksi abad ini" karena permintaannya gila-gilaan.

Bedanya di mana? Data analyst fokus ke "what happened" (laporan historis), sedangkan data scientist lebih ke "what will happen" (prediksi masa depan). Gajinya? Jelas data scientist lebih gede, tapi jalannya juga lebih panjang—harus ngertiin coding sama matematika tingkat dewa.

Kalau kamu mau masuk dunia data, mulai dari jadi data analyst dulu itu pilihan aman. Nanti kalau udah jago, bisa loncat ke data science. Atau mau langsung sekalian? Tergantung seberapa siap otakmu dihajar sama statistik!

Baca Juga: Email Marketing Rahasia Meningkatkan Konversi Tinggi

Tanggung Jawab Data Analyst vs Data Scientist

Kalau diibaratkan restoran, data analyst itu koki yang menyajikan hidangan dari bahan mentah, sementara data scientist lebih kayak ilmuwan makanan yang bikin resep baru.

Data analyst tuh umumnya ngerjain ini:

  • Ngumpulin data dari sumber kayak database, Google Analytics, atau survey.
  • Bersihin data—ilangin yang error atau nggak relevan (capek deh!).
  • Analisis pake tools kayak Excel/SQL buat cari tren, misal “kenapa pengunjung website turun 20% bulan ini?”.
  • Bikin laporan visual pake Tableau/Power BI biar gampang dibaca bos.
  • Bantu tim lain kayak marketing atau finance ambil keputusan. Contoh nyatanya kaya laporan customer segmentation di Shopify.

Sedangkan data scientist biasanya:

  • Bikin model prediksi pake machine learning (eg: prediksi churn pelanggan).
  • Ngarang algoritma kompleks kaya recommendation system ala Spotify.
  • Olah big data pake tools kayak Spark/Hadoop—ribet tapi powerful.
  • Eksperimen sama A/B testing buat optimisasi produk.
  • Kerja sama sama engineer buat nge-deploy model ke production. Kayak yang dijelasin Microsoft dalam proyek AI-nya.

Bedanya jelas: Data analyst jawab pertanyaan “Apa yang terjadi?”, sedangkan data scientist jawab “Apa yang akan terjadi?” dan “Bagaimana cara mengubah masa depan?”.

Contoh konkret:

  • Di e-commerce, analyst bisa kasih tau “Kategori skincare laris di Q3”, sementara scientist bisa bikin sistem yang ngasih rekomendasi produk personalisasi.
  • Di fintech, analyst laporkan transaksi fraud bulan lalu, sedangkan scientist bikin model yang otomatis ngedeteksi fraud real-time.

Gampangnya: Mau kerjaan yang lebih teknis-eksperimental? Data scientist. Mau yang lebih komunikatif-analitis? Data analyst. Tapi dua-duanya sama-sama butuh logika tajam dan kesabaran level ninja!

Baca Juga: Investasi Baterai Lithium untuk Penyimpanan Energi

Skill yang Dibutuhkan untuk Kedua Profesi

Kalau mau sukses di dunia data, dua profesi ini punya skill requirement yang overlap tapi nggak persis sama. Simak daftar wajibnya biar nggak salah fokus:

Data Analyst Wajib Kuasai:

  • Tools basic: Excel (pivot table, VLOOKUP) dan SQL buat query data. Gak usah fancy, yang penting bisa ambil data dari database kayak MySQL dokumentasinya.
  • Visualisasi data: Tableau atau Power BI biar laporan nggak kayak spreadsheet biasa. Kata Forbes, skill visualisasi bisa naikin nilai analisis 200%.
  • Statistik dasar: Paham mean/median, regresi linear, sama cara baca A/B test.
  • Domain knowledge: Ngerti istilah bisnis di industri lo (ecommerce? fintech?).

Data Scientist Harus Lebih Gahar:

  • Programming: Python/R wajib! Library kayak Pandas, NumPy, scikit-learn itu temen sehari-hari. Cek Python for Data Science di Real Python.
  • Machine Learning: Ngerti algoritma klasifikasi (Random Forest) sampai neural network. Coursera punya kursus gratis dari Andrew Ng.
  • Big Data Tools: Spark atau Hadoop kalau udah main dataset jutaan row.
  • Matematika berat: Kalkulus multivariat, linear algebra—siap-siap balik kuliah!
  • Deployment: Minimal tau cara masukin model ke cloud pake Docker/AWS.

Tapi jangan lupa softskill yang sama buat dua roles ini:

  1. Problem solving: Data banyak banget? Pecah jadi bagian kecil.
  2. Storytelling: Gabisa cuma kasih angka—harus bisa jelasin ke stakeholder yang gaptek.
  3. Curiosity: Suka nanya “kenapa?” sampai ke akar-akarnya.

FYI: Data analyst bisa upgrade jadi scientist kalau udah ngelibas skill teknis di atas. Contoh nyata? LinkedIn ngebahas perubahan karir ini dalam laporan mereka.

Peluang Karir di Industri Digital Indonesia

Industri digital Indonesia lagi booming, dan profesi data jadi salah satu yang paling dicari. Nggak percaya? Cek aja laporan Google, Temasek & Bain yang prediksi ekonomi digital RI bisa nyampe $100 miliar di 2025—dan data talent jadi tulang punggungnya.

Di mana aja lo bisa bekerja?

  1. Startup Unicorn kayak Gojek/Tokopedia: Mereka butuh data analyst untuk optimisasi harga dinamik atau data scientist buat bikin fraud detection system.
  2. Perbankan Digital: Bank Jago, BCA Digital pada cari ahli data buat analisis credit scoring seperti yang diurai Tech in Asia.
  3. E-commerce: Bukalapak/Shoppee perlu tim data buat personalisasi rekomendasi produk.
  4. Healthtech: Halodoc butuh analis buat prediksi lonjakan pasien COVID pake time series.

Jenjang karirnya gimana?

  • Level entry: Junior Data Analyst (gaji Rp8-12 juta)
  • Mid-level: Data Scientist (Rp15-25 juta) – liat survey Nodeflux tentang gaji IT
  • Senior/Lead: Bahkan bisa jadi Head of Data dengan gaji Rp30 juta+

Yang bikin makin hot:

  • Pemerintah push proyek Smart City di Jakarta-Bandung butuh ribuan data engineer
  • Industri 4.0 dorong pabrik-pabrik tradisional pakai AI dan IoT—lapangan kerja makin luas
  • Bootcamp lokal kayak Hacktiv8 cetak lulusan data siap kerja dalam 3 bulan

Real talk: Saingan ketat? Pasti. Tapi lapangan kerjanya tumbuh lebih cepat dari supply talent. Asal lo punya portfolio (tips: bikin analisis data COVID/kripto buat showcase skill), peluang switch career tetap besar. Mau aman? Fokus ke industri yang lagi on fire—fintech dan healthtech sekarang jadi primadona!

Baca Juga: Storytelling Brand Meningkatkan Engagement

Bootcamp untuk Menjadi Data Analyst dan Scientist

Kabar baik buat yang mau switch career ke dunia data tanpa kuliah IT 4 tahun: bootcamp intensif sekarang jadi shortcut paling efektif. Ini daftar program terbaik di Indonesia yang worth it buat dipertimbangkan:

1. Hacktiv8 Bootcamp 12 minggu mereka itu legit banget—murid diajarin Python, SQL, sampai machine learning dari nol. Lulusannya banyak langsung diterima di unicorn kayak Traveloka & JD.ID. Plusnya: Ada jalur khusus data analyst dengan modul Tableau & stats praktis.

2. Dibimbing Kursus online 6 minggunya fokus ke fundamental data. Cocok buat yang mau belajar sambil kerja—materinya dari data cleaning sampai visualisasi pake Power BI. Cek review alumni di kaskus buat liat hasil project mereka.

3. Algoritma Data Science School Lebih berat ke data science murni. Kurikulumnya termasuk deep learning & cloud computing—mirip kayak bootcamp Springboard di US. Biaya gak murah, tapi ada jaminan kerja.

Gimana milih yang cocok?

  • Budget terbatas? Coba free course dulu kayak DataCamp atau Google Data Analytics Certificate
  • Butuh jaringan? Pilih yang udah kerja sama sama perusahaan kayak Hacktiv8
  • Mau langsung praktek? Cari bootcamp yang kasih real client project (banyak di LinkedIn Learning)

Tips dari senior: "Jangan asal pilih bootcamp gegap gempita marketing," kata Andre, ex-bootcamp yang sekarang jadi data scientist di Tokopedia. "Yang penting liat graduate placement rate-nya beneran gak."

Ngomong-ngomong bayarnya?

  • Mulai Rp15 juta (online) sampai Rp40 juta (offline + career support)
  • Tapi ROI-nya cepat—rata-rata lulusan dapet kerja dalam 3 bulan dengan kenaikan gaji 60-80%

FYI: Udah banyak perusahaan yang hire langsung dari bootcamp. Contoh? Bukalapak partnership sama Binar Academy buat rekrut talent data.

Bottom line: Bootcamp itu kayak gym membership—hasilnya tergantung seberapa keras lo mau push diri sendiri!

Baca Juga: Strategi Branding Digital untuk Membangun Merek Online

Gaji dan Prospek Masa Depan Kedua Profesi

Kalau soal duit, data scientist masih juara—tapi jangan remehkan data analyst yang bisa nyampe angka Rp20 juta++ kalau udah expert! Ini breakdown realitasnya:

Gaji di Indonesia (2023 benchmark):

  • Junior Data Analyst: Rp8-12 juta (startup) sampai Rp15 juta (bank multinasional)
  • Senior Data Analyst: Rp18-25 juta—apalagi kalau bisa +skill engineering kayak ETL pipelines
  • Data Scientist Entry Level: Rp15-20 juta
  • Lead Data Scientist: Rp30-45 juta (cek survey Gajihub buat company specific)

Fakta menarik: Bayaran analyst di e-commerce/fintech sering lebih gede 30% daripada industri tradisional. Contoh: Blibli kasih sampai Rp22 juta buat analyst 3 tahun pengalaman.

Prospek 5 Tahun Ke Depan:

  1. Permintaan tetap tinggi: World Economic Forum bilang 97 juta new data jobs akan tercipta di 2025—termasuk di emerging market kayak Indonesia.
  2. Spesialisasi lebih detail: Bakal muncul role baru kayak Marketing Data Analyst (campuran SQL + GA4) atau AI Ethicist (buat data scientist).
  3. Tools berubah: Dari SQL biasa sekarang udah mulai pada paket AI-enhanced kayak BigQuery ML.

Ngomong-ngomong soal jenjang karir:

  • Data analyst bisa naik jadi Head of Business Intelligence
  • Data scientist biasanya capai ke posisi CTO atau Chief Data Officer

Tapi hati-hati: "Banyak perusahaan sekarang cari hybrid analyst-scientist," kata Sarah, HRD di sebuah firma tech Jakarta. "Yang bisa SQL and bikin model prediksi sederhana."

Prediksi salary growth:

  • Analyst: +15% per tahun kalau ganti industri (e.g. dari retail ke healthtech)
  • Scientist: +25% kalau bisa domain expertise (misal spesialis data genomics)

Hot tip: Lagi tren sekarang—analyst yang bisa upskill ke data engineering langsung loncat gaji 40%. Makanya banyak yang mulai belajar Apache Airflow!

Kesimpulan brutalnya: Kedua profesi ini masih gold mine—asal jangan cuma modal ikut trend doang, tapi bikin skill future-proof!

Baca Juga: Hidrogen dan Sel Bahan Bakar Masa Depan Energi

Tips Memilih Jalur Karir yang Sesuai

Bingung milih antara jadi data analyst atau data scientist? Simak framework praktis yang bisa lo pake buat nentuin pilihan:

1. Cek Interest & Personality Lo

2. Tes Skill Dasar Sekarang

  • Udah jago Excel/SQL? Langsung upskill ke Tableau/Python aja for analyst track.
  • Kalo udah comfortable sama coding, langsung dive ke machine learning kaya kursus fast.ai Practical Deep Learning.

3. Hitung Budget & Waktu Lo

  • Analyst: Bisa mulai cuma dengan Rp2 juta (buat kursus online) dalam 3 bulan.
  • Scientist: Minimal 6 bulan intensif + budget Rp10-15 juta buat bootcamp.

4. Liat Market Demand Lokal

5. Coba Small Project Dulu

BONUS: Tanya ke Orang Dalam

  • DM aja data professional di Twitter/LinkedIn—banyak yang responsive kaya tips dari @data_science_ind

Reality check: "Jangan takut salah milih," kata Andi, yang awalnya analyst 2 tahun trus switch ke scientist. "Karir di dunia data itu fluid—gw malah lebih valuable karena punya perspektif kedua sisi."

Golden rule: Pilih yang bikin lo excited buat belajar tiap hari—soalnya stack teknologi bakal terus update!

Hacktiv8 merupakan institusi yang menyelenggarakan coding bootcamp pertama di Indonesia untuk pemula yang ingin menjadi talenta digital terlatih, seperti Programmer, Data Scientist, Digital Marketer, Golang Developer, Front End Developer, serta Data Analyst
Photo by KOBU Agency on Unsplash

Jalur karir sebagai data scientist atau analyst sama-sama menjanjikan, tapi pilihannya tergantung gaya kerja dan ambisi lo. Kalau suka cerita balik data, analyst adalah tempat ideal buat mulai. Kalo demen tantangan teknis dan AI, data scientist bakal bikin lo ketagihan ngoding. Yang pasti, keduanya butuh komitmen belajar terus-menerus—soalnya tools dan teknik baru selalu muncul tiap tahun. Udah banyak bootcamp dan komunitas yang bisa bantu lo masuk ke dunia ini. Sekarang tinggal tentuin: Mau mulai dari mana, dan seberapa jauh lo mau berkembang?